"Kamu bisa? Beneran?" Suara saya terdengar sangsi atas jawaban Fier diseberang sana. Ketika saya bertanya apakah dia bisa menemani saya ke resepsi pernikahan Atina teman SMA saya dulu, sesungguhnya saya tidak terlalu yakin kalo Fier bersedia. Tapi saya ga tau lagi harus mengajak siapa. Hanya dia yang terlintas di pikiran saya ketika menyadari bahwa saya amat sangat butuh bantuan moral. Rasanya menakutkan bertemu dengan teman-teman lama. Apalagi setelah masalah yang terjadi menjelang pesta kelulusan kami dulu. Jawaban Fier sungguh diluar dugaan. Dia mengiyakan tanpa pikir panjang. Agak mengherankan tapi sungguh saya senang.
Selama ini kami berhubungan dengan diam-diam. Kenapa harus diam-diam? Sampai saat ini saya pun bingung kenapa kami harus berhubungan diam-diam. Kami sama-sama single dan rasanya tidak ada yang berkeberatan kalau kami berhubungan. Mungkin karena kami berdua sadar bahwa hubungan ini tidak akan kemana-mana jadi kami merasa tidak ada gunanya yang lain tahu dan membuat keadaan jadi lebih complicated.
.
Rasanya akan menyenangkan kalau kami sekali-sekali bisa keluar tanpa harus sembunyi-sembunyi. Ini mungkin bisa jadi satu kemajuan dalam hubungan kami. Karena mungkin akhirnya kami bisa merasakan indahnya hubungan kami tanpa diliputi rasa was-was. Semoga saja.
-to be continued-
No comments:
Post a Comment