There's no such thing as to much posting in one day. Kalo mood lagi tinggi buat menulis kenapa tidak? Kebetulan sekali saya baru selesai bikin Minutes of Meeting dari IC Meeting yang bikin super klenger karena harus baca catetan ceker ayam di agenda sambil mengingat-ingat bahasa bibir opa yang bahasa enggresnya bristish dan kuping saya yang kebanyakan pake earphone jadi rada budeg. Jadi setelah judeg akhirnya si mood berdatangan buat bikin posting. Eureka!!
Ceritanya hari kamis kemaren saya mebi and aira sepakat buat nonton ELP di EX. Sudah was was karena cuaca yang mendadak aneh bin ajaib (jam 3 sore tau tau langit menggelap seperti jam 7 malem disertai hujan deras) plus IC Meeting yang diharapkan bisa selesai dalam waktu 3 jam saja karena banyak cancel tapi kok ya agenda sudah berkurang rapatnya jam 5 masih lancar jaya aja. Puji Tuhan ternyata ga berapa lama rapat selesai dan saya langsung kabur minta ijin duluan balik ke ruangan terus beres2x dan berangkat ke EX. Dan karena cuaca aneh bin ajaib jam 3 tadi itu somehow jam 5an Thamrin sangat bersahabat. Begitu sampe ternyata ada 4 kursi kosong di pojok atas. Dengan culas kami ambil kursi itu dengan harapan ga ada orang yang cukup sinting nonton dan duduk sendirian jadi kami bisa taro tas disitu hihihihi. Sayangnya harapan tinggal harapan, ada sepasang kekasih yang rela duduk belakang2xan demi nonton film ini *tas di kaki sajah*
Now, about the movie. Saya membuka mata dan telinga saya lebar-lebar sepanjang film. Dari awal saya sebenernya ga punya ekspektasi apa-apa ke film ini. Intinya cuma pingin tau aja seperti apa siy film diangkat dari buku yang super laris itu. Ndelalah niat saya pingin baca bukunya juga terlalu besar mengingat teman-teman saya yang sudah punya bukunya pada bilang malas buat baca karena somehow bukunya dalam edisi bahasa enggres maupun bahasa Indonesia hurufnya super kecil sehingga ga enak dibaca *alasan yang aneh tapi nyata loh* he3x. So, ketika film dimulai saya mulai menyimak apa siy inti permasalahan si Liz ini. What made her so unhappy sampe perlu buat duit keliling dunia. Dan sampai film selesai saya ga ngerti. Apa juga yang bikin dia depresi dan ga bahagia. Kesimpulan saya waktu itu dia simpy egocentric dan self-centered. Everything evolved around her. Happiness is not be found but to be made menurut saya. Yang menghibur saya cuma lokasi shooting di Italy. Karena nonton sama mebi maka saya bisa cekikikan liat tempat-tempat yang pernah kami kunjungi *aira dilarang sirik*. Sayangnya waktu itu kami pergi sama tour jadi ga bisa seperti Liz yang menjelajah terlalu dalam masuk ke labirin2x dan makan di pizzaria kecil yang nyempil-nyempil. Jadi worth it ga nontonnya? Worth banget lah secara abis itu ditraktir Haagen-Dazs 1 scoop sama aira pake point reward Citibanknya hihihihi
So, let's Pray, Love & Eat
No comments:
Post a Comment